Senin, 23 April 2012

Perlindunagan Konsumen


Masyarakat sekarang sudah boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.

UU No 8 Tahun 1999 ini menjelaskan tentang bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

UU perlindungan konsumen No 8 Tahun 1999 mempunyai asas dan tujuan yang tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 yaitu
Pasal 2
Perlindungan   konsumen   berasaskan  manfaat,   keadilan,   keseimbangan,   keamanan   dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a.   meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.   mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c.   meningkatkan   pemberdayaan  konsumen  dalam memilih,  menentukan   dan  menuntut  hak­haknya sebagai konsumen;
d.   menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.   menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f.  meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Banyak orang tidak (mau) menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut. Dalam kasus parkir, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha? Apalagi jika kita meributkan masalah uang kembalian yang (mungkin) menurut sebagian orang tidak ada nilainya. Masalah uang kembalian menurut saya menimbulkan masalah legal – political, disamping masalah hukum yang muncul karena uang menjadi alat tukar yang sah dan bukannya permen hal ini juga mempunyai implikasi dengan kebanggan nasional kita dalam pemakaian uang rupiah.

Hukum perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar diantara para pihak, namun dalam kenyataannya asumsi yang ada tidaklah mungkin terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Konsumen pada saat membuat perjanjian dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk itu diperlukan peran dari negara untuk menjadi penyeimbang ketidak samaan posisi tawar ini melalui undang-undang. Tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.

Contoh kasus perlindungan konsumen di Indonesia yaitu kasus Prita. Kasus ini sangat fenomenal karena kasus ini mendapat dukungan dari berbagai pihak.  Penyelesainnya pun juga harus memanjat terbing terjal nan curam. Kasus ini bukan pertama terjadi di Indonesia. Namun baru kali ini terekspos dan di respon dengan sangat baik oleh masyarakat. Namun , Prita dan korban kasus perlindungan hukum tetap berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan haknya sebagai konsumen dan menuntut pertanggung jawaban dan penyedia jasa.

 http://www.anneahira.com/kasus-perlindungan-konsumen-di-indonesia.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar